Peningkatan mutu pendidikan senantiasa dilakukan oleh Jurusan Teknik Metalurgi Untirta, salah satunya dengan cara mengikuti perkembangan terkini terkait kondisi industri nasional. Pada 3 Oktober 2018, bertempat di Ruang Auditorium Lt. II Gedung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Metalurgi mengadakan kuliah umum dengan tema “Industry 4.0 of smelting and refined copper industry” dengan pembicara Bapak Bouman T. Situmorang dari PT. Smelting Gresik. Kuliah umum yang berlangsung selama dua jam ini dihadiri oleh puluhan mahasiswa dan dosen-dosen Teknik Metalurgi. Acara dipandu oleh moderator yang juga merupakan dosen senior, Soesaptri Oediyani, Ir. M.E dan sebelumnya Ketua Jurusan Teknik Metalurgi memberikan kata sambutan. Peraturan Menteri ESDM No. 25/2018 dan PP No. 1/2017 menjadi topik pembuka dari materi yang dibawakan oleh Bapak Bouman. Kebijakan tersebut dinilai menjadi landasan tentang pembangunan sarana smelting di Indonesia. Kondisi cadangan tembaga, kapasitas produksi tembaga, dan kapasitas produksi katoda dari berbagai negara juga beliau paparkan. Sehingga peserta kuliah umum menjadi semakin antusias dan memahami gambaran umum mengenai potensi Indonesia dalam industri tembaga. Namun, hal mengejutkan yang selanjutnya terjadi adalah pemateri memberikan statement bahwa keputusan untuk membangun smelter sebenarnya merugikan, jika dilihat dari sudut pandang profit. Dari sini, peserta kuliah umum semakin penasaran dengan apa yang akan disampaikan selanjutnya oleh Bapak Bouman. Setelah memberi ilustrasi tentang bagaimana proses penjualan konsentrat tembaga, kondisi teknologi dan pasar tembaga Indonesia, serta kondisi perusahaan terkait seperti PT. Freeport Indonesia, PT. Amman Mineral Industri, dan PT. Smelting Gresik, akhirnya beliau menjelaskan bahwa pembangunan smelting lebih banyak berkaitan tentang social chain effect yang akan terjadi. Dengan didirikannya satu smelter saja, beliau menjelaskan, akan mampu membuka kesempatan kerja baru, menarik ribuan tenaga kerja, serta menjadikan perputaran ekonomi masyarakat di sekitar smelting lebih hidup dan berjalan. Sehingga, di akhir materi, beliau menegaskan bahwa tidak selamanya sebuah kebijakan dilihat dari sudut pandang profit, namun harus juga diperhatikan dari bagaimana kebijakan tersebut mampu membuat masyarakat lebih sejahtera.